Minggu, 20 Maret 2011

Kudi, Senjata dan Alat Kerja dari Banyumas




Wilayah Nusantara memang kaya terhadap karya seni khususnya senjata. Masing-masing daerah memiliki karakteristik. Di Yogyakarta dan Solo misalnya, dikenal memiliki Keris. Di Jawa Barat (Jabar) ditemukan Kujang. Di wilayah Banyumasan atau Jateng bagian barat ada senjata yang kini nyaris punah karena sulit ditemukan, yakni Kudi. Senjata itu unik bentuknya. Fungsinya ganda, sebagai alat kerja sekaligus senjata.

Sekilas Kudi mirip dengan Kujang. Bentuknya unik, karena tidak seperti Keris yang beraturan. Panjangnya hanya sekitar 20 sentimeter (cm). Bentuknya melengkung, tetapi di bagian lengkung dalam bentuknya agak kotak. Sedangkan lengkung luarnya bergerigi seperti gergaji. Ada lubang-lubang pada logamnya. Ada yang lima, ada pula yang jumlahnya sembilan.

Kudi memang belum terlalu terkenal, karena sudah semakin sulit ditemukan. Bahkan, lokasi pembuatannya yang ada di sekitar Jateng bagian barat seperti Banjarnegara dan Banyumas, jumlah yang dikoleksi dapat dihitung dengan jari. Meski demikian, Kudi sudah menjadi ikon Banyumas, di mana senjata tersebut biasa dibawa oleh Bawor, tokoh pewayangan yang menjadi simbol kabupaten tersebut.

Salah satu pengoleksi Kudi adalah Raden Tumenggung (RT) Noerring W. Doyo Dipuro yang juga pemilik Padepokan Jolo Sutro Banjarnegara. Menurut Noerring, dirinya mendapatkan Kudi Banyumasan secara kebetulan. “Kudi yang saya koleksi termasuk cukup tua, karena dibuat pada zaman Kerajaan Mataram. Kudi ini saya peroleh di Desa Gumelem, Kecamatan Susukan, Banjarnegara,”kata Noerring kepada Media Indonesia.

Menurutnya, Kudi memang memiliki karakteristik bentuk tersendiri. Namun kalau dilihat dari bentuknya, Kudi sangat dipengaruhi oleh Kujang atau Kudi Kukilo yang dibuat pada zaman Kerajaan Padjajaran. “Lihat saja Kujang dan Kudi Kukilo yang dibuat saat zaman Padjajaran, hampir sama. Namun, kalau Kudi Banyumasan lebih melengkung dan itu dibuat ketika zaman Kerajaan Mataram. Kebetulan, wilayah Banyumasan atau Jateng bagian barat masih dalam daerah kekuasaan Mataram,”kata Noerring.

Diakuinya, kalau Kudi yang kini menjadi ikon Kabupaten Banyumas sudah sangat langka. “Setahu saya yang dikoleksi hanya tinggal beberapa saja, salah satunya di tempat saya. Kepunyaan saya punya lubang sembilan,”kata dia.

Pada umumnya, kata Noerring, bahan yang dipakai untuk membuat benda-benda pusaka, seperti Kudi, Kujang, Keris, Tombak dan sebagianya ada tiga unsur. Yakni baja, titanium dan batu meteor. “Proses pembuatannya memang masih misteri sampai sekarang, tetapi yang jelas titik didih untuk membuat senjata-senjata semacam itu sangat tinggi mencapai 1.300 derajad Celcius. Bahkan, konon senjata-senjata itu juga mengandung senyawa arsenik, sebuah senyawa yang mematikan,”ujarnya.

Menurut Noerring, di kalangan masyarakat Jawa, senjata seperti Kudi, Keris, Tombak, Kujang dan lainnya mengandung dua dimensi. Yakni isoteris dan eksoteris. “Isoteris berhubungan denga kasat mata, di mana sebagian orang memiliki senjata untuk “pengandel” atau sugesti. Sedangkan dimensi eksoteris terkait dengan “art” atau seni, di mana sebetulnya benda-benda tersebut memang sangat mengagumkan dari kaca mata proses pembuatannya dan memiliki karakteristik seni tersendiri,”ujarnya.

Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubpar) Banyumas Bambang Hartono mengungkapkan kalau Kudi di tingkat masyarakat Banyumas merupakan alat kerja. “Kudi biasa dipakai oleh warga Banyumas zaman dulu sebagai alat pertanian. Di sisi lain, para kestaria atau pejabat di wilayah Jateng bagian barat menggunakannya sebagai senjata. Bahkan diyakini kalau lubang-lubang yang ada di senjata Kudi merupakan tanda kepangkatan,”ujar Bambang yang gemar mengoleksi senjata-senjata kuno.

Dikatakan oleh Bambang, sekilas benda-benda tersebut memang seperti pisau yang terbuat dari baja. Tetapi sebetulnya, lanjut Bambang, kandungan logam di dalam senjata itu sangat berbeda. “Makanya, kebanyakan pengoleksi senjata kuno itu melakukan kajian dengan teknik metalurgi, sehingga akan diketahui apa saja kandungan di dalamnya. Umumnya memang baja, titanium dan batu meteor. Sehingga kalau ada transaksi jual beli, harganya bisa selangit. Banyak yang harganya sapai puluhan juta,”kata Bambang.

Sementara Ketua Tosan Aji Banyumas Pararto Widjajakusuma mengungkapkan kalau saat sekarang semakin banyak generasi muda yang kurang mengenal warisan adi luhung bangsa tersebut. “Banyak di antara anak muda yang sama sekali tidak tahu apa itu Kudi, Keris dan sebagianya. Kalau di Banyumas, mereka hanya tahu salah satu ikon Banyumas adalah Kudi, tetapi sebetulnya dibuat pada zaman apa dan bahannya apa saja, mereka tidak mengetahuinya,”tambahnya.

Ia juga mengakui kalau Kudi Banyumas hanya tinggal beberapa gelintir saja yang menjadi koleksi para kolektor senjata tajam. “Tidak banyak yang memiliki senjata yang dibuat pada zaman Kerajaan mataram itu, meski saat ini telah menjadi ikon Kabupaten Banyumas,”jelas Pararto. (liliek dharmawan)

Tidak ada komentar: