Kamis, 19 Mei 2011

Perajin Warangka yang Kian Langka




RUANGAN itu hanya berukuran sekitar 2 x 2 meter (m). Letaknya menempel dengan rumah di bagian samping. Dindingnya tembok rumah dan sampingnya hanya dari anyaman bambu. Berbagai peralatan sederhana tampak di ruangan setempat. Ada gergaji, bor, pisau, lem dan sebagianya. Di situlah Sadali, 55, warga Desa Sidakangen, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng) “ngantor” setiap hari. Bergelut dengan pembuatan warangka atau tempat pusaka seperti keris, pedang, tombak, kudi, kujang dan lain sebagainya yang terbuat dari kayu.

Apa yang dikerjakan Sadali sebagai pembuat warangka, merupakan profesi yang langka. Bahkan, di wilayah Jateng bagian barat, ia adalah satu-satunya orang yang bisa membuat warangka benda pusaka. Tidak heran, pelanggannya datang dari berbagai kota di Jateng bagian barat, seperti Tegal, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo dan Kebumen.

Sadali merupakan turunan keempat mulai dari kakek canggah, kakek buyut, kakek sampai ayahnya secara turun temurun yang menekuni pembuatan warangka. Sudah tidak terhitung banyaknya berapa warangka yang dibuat, sebab ia sudah mulai bergelut sejak tahun 1970 silam. “Ini memang profesi yang diturunkan sejak kakek canggah saya. Meski hasilnya tidak seberapa, tetapi cukup untuk menghidupi keluarga,”kata Sadali yang ditemui di bengkelnya di Desa Sidakangen.

Menurutnya, saat sekarang dirinya terkadang justru kewalahan menghadapi pesanan pembuatan warangka, karena ternyata semakin banyak orang yang suka mengoleksi benda pusaka. “Akhir-akhir ini, saya cukup kewalahan mengerjakan pesanan warangka untuk berbagai jenis pusaka. Tetapi yang paling banyak adalah keris. Tidak tahu kenapa, dalam beberapa waktu terakhir banyak orang yang mengoleksi benda pusaka atau biasa disebut dengan tosan aji,”jelas Sadali perajin warangka yang dalam istilahnya disebut Tukang Mranggi.

Biasanya, lanjutnya, ada dua jenis gaya warangka yakni ladrang dan gayaman. Masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri. “Namun, dari segi kerumitan, lebih sulit jenis ladrang. Untuk membuat warangka jenis ladrang, paling cepat membutuhkan waktu sekitar dua hari. Sedangkan jenis gayaman, paling cepat sehari. Tetapi semuanya memang tergantung para pemesan, apalagi kalau mereka meminta jenis kayu yang khusus,”ujarnya.

Ia mengungkapkan, pada umumnya, jenis kayu yang dipakai bahan warangka benda pusaka adalah jenis cendana, jati dan sonokeling. “Yang paling sulit adalah ketika pemesan meminta kayu cendana. Biasanya, saya minta supaya yang bersangkutan mencari sendiri, karena memang waktu saya tidak cukup untuk belanja ke mana-mana. Yang masih gampang adalah kalau bahannya kayu jati atau sonokeling,”kata Sadali sambil menghaluskan warangka keris yang hampir jadi.

Sebagai sebiuah profesi yang langka terutama di wilayah Jateng bagian barat, Sadali tidak lantas melambungkan ongkos jasanya. “Untuk membuat warangka, rata-rata hanya Rp200 ribu saja. Itu pun sebetulnya untungnya kecil, karena untuk membeli bahan sampai Rp100 ribu. Praktis, tenaga dihargai Rp100 ribu. Tidak masalah, yang penting dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,”ujarnya.

Kalau pelanggan minta cepat, biasanya ada uang lebih. “Namun sebetulnya saya tidak meminta, pelanggan yang tahu diri. Jika minta cepat, biasanya mereka akan memberi sampai Rp300 ribu,”katanya seraya tersenyum.

Sadali tidak hanya sebagai tukang Mranggi, melainkan juga menerima benda pusaka yang butuh dicuci. “Kalau mencuci benda-benda pusaka seperti keris, pedang dan tombak biasa disebut dengan “marangi”. Untuk membersihkan tosan aji juga membutuhkan keahlian khusus. Tidak hanya bagaimana caranya membersihkan, tetapi juga meramu bahan-bahan pencucian benda pusaka tau disebut dengan warangan. Warangan sebetulnya juga termasuk racun, kemudian dicampur dengan air jeruk. Bahan itulah yang dipakai untuk membersihkan tosan aji,”jelasnya.

Bahan warangan ia beli dari Yogyakarta. Pembelian warangan juga tidak gampang, hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan, karena bahan itu mengandung racun. Harganya cukup mahal, karena setiap gram membutuhkan harganya Rp35 ribu. “Untuk membuat satu liter cairan guna membersihkan tosan aji, dibutuhkan sekitar 20 gram warangan yang dicampur dengan 15 kg jeruk yang diambil airnya. Bahan-bahan itu dicampurkan dan bisa untuk membersihkan sekitar 40 biji keris atau jenis pusaka lainnya. Kalau hanya mencuci atau membersihkan benda pusaka, ongkosnya murah hanya Rp35 ribu per biji,”tambah Sadali.

Saban hari, Sadali rata-rata menerima sekitar satu sampai dua benda pusaka, atau sebulannya lebih dari 50 benda pusaka yang digarapnya, apakah minta dicuci atau dibikinkan warangka. Usaha ini, katanya, sebetulnya tetap menjanjikan, apalagi semakin banyak orang yang mengoleksi tosan aji.

Meski kini orang seperti Sadali kian sulit dijumpai, tetapi agaknya ia telah menyiapkan regeneresi. Bukan orang lain yang akan melanjutkan profesinya, tetapi anaknya yang bernama Hari Prasetyo. Meski kini masih berusia 10 tahun, tetapi tangan-tangan terampilnya sudah mulai terasah. Bahkan sesekali membantu ayahnya bekerja membuat warangka. (liliek dharmawan)

6 komentar:

Unknown mengatakan...

MOHON info alamat dan no telpon pengrajin kujang warangka, Terima kasih

Unknown mengatakan...

MOHON info alamat dan no telpon pengrajin kujang warangka, Terima kasih

Unknown mengatakan...

Hasile muasna pisan pokokelah

Unknown mengatakan...

Mas minta alamatnya dong

covid 19 mengatakan...

Ngapunten,alamate ana apa ora kang...Syukur bage ana nomor Hpne..Kesuwun

panembahan jagopati mengatakan...

mhon info kontak dan alamatnya . trmkasih .