Sabtu, 11 Mei 2013

π




π atau Pi. Sebuah bilangan matematika unik. Bilangan irasional, tetapi penting. Angka di belakang koma hanya "dibatasi" kemampuan teknologi hasil inovasi. Kian canggih teknologi, maka angka-angka setelah koma di belakang 3 semakin panjang.  






Rekor terbaru dipecahkan oleh Shigeru Kondo dan Alexander Yee dengan superkomputer yang  mampu menghitung angka hingga 5 triliun di belakang koma dari awal dikenalkan 4 ribu tahun silam. Bilangan tersebut juga telah diperingati sebagai Hari Pi tiap tanggal 14 Maret atau representasi dari nilai Pi 3,14.







Saya sengaja menghubungkan antara Pi dengan pioner. Bolehlah, disebut Pi kependekan dari pioner.  Dari sisi sifatnya, antara Pi dengan pioner sama. Tak ada ujungnya. Keterbatasan hanya ditentukan oleh waktu dan teknologi. Begitu waktu dan inovasi jalan, Pi dan pioner pasti tercipta.






Di Belanda, sudah bejibun Pi yang lahir. Dunia mengakui inovasi seorang Daan Roosegaarde dengan perusahaannya Heijmans. Jalan cerdas "cetar membahana" itu menampilkan pemisah jalur bercahaya. Pemisah jalan dicat photoluminescent yang menyerap cahaya di siang hari dan kemudian memancarkan cahaya saat malam. Dengan cat sensitif terhadap temperatur, smart highway membuat kepingan salju bercahaya ketika suhu di bawah titik beku. 






Roosegaarde juga menciptakan Elecric Priority Lane, lintasan otomatis pengisi ulang mobil listrik. Ada juga “cahaya interaktif” yang menyala ketika kendaraan lewat di sampingnya. Selain itu, smart highway dilengkapi wind light, atau cahaya dari tenaga angin. Begitu ada hembusan angin dari kendaraan maka listrik bisa dihasilkan dan menghidupkan lampu penerangan. Inovasi  mengukuhkan Roosergaarde sebagai pioner "muda, beda dan berbahaya".






Jika Roosergaarde memanfaatkan matahari, langkah beda dilakukan PlantLab, sebuah perusahaan di Belanda yang merevolusi pertanian. Budidaya pertanian bisa dilakukan di gedung pencakar langit atau di bawah tanah. Konsep pertaniannya efisien dan ramah lingkungan. Hanya butuh sedikit air bahkan tanpa sinar matahari. Penerangan dengan lampu LED warna merah dan biru. Ada sensor canggih yang menciptakan lingkungan optimal tanaman. Panennya lebih cepat. Produknya sehat karena tanpa pestisida.






Negeri Oranye yang mulai “menghijau” itu, tidak sebatas di sektor pertanian, tetapi juga energi. Energi listrik tengah diproduksi dari bahan biomassa maupun dari tanaman yang tanah basah. Marjolein Helder dari Universitas Wageningen dengan proyek plant microbial fuel cell, memanfaatkan elektron hasil pemecahan residu organik di sekitar akar oleh bakteri. Listrik dihasilkan setelah menempatkan elektroda penyerap elektron. Energi terbarukan ini diproyeksikan memasok listrik bagi masyarakat terpencil.


  
Dari universitas yang sama, Rene Wijffels mengembangkan biofuel dari alga. Produk lain adalah bahan farmasi, kimia dan makanan sehat. Penemuan ini menghindari eksploitasi berlebihan sumber daya alam. 






Sejumlah inovasi itu semakin mengukuhkan Belanda sebagai negara pioner di berbagai bidang. Seorang mahasiswa asal Rumania, Andrei, pemenang foto “are you a pioneer” menyebutkan, “I am a pioneer...because I am studying to make the future better for the next generations!”.  Benar, kepioneran Belanda, tidak saja membuat inovasi, tetapi yang utama adalah menciptakan masa depan lebih baik bagi generasi berikutnya. 






Beginilah Belanda, negeri inovator yang sifatnya seperti bilangan Pi. Sama-sama terus berkembang karena munculnya inovasi dan teknologi. Mau ikut? Silakan masuk ke gerbong pendidikan di Belanda. Telah menunggu sebuah dunia dengan atmosfer berfikir dan riset untuk menjadi pioner.  From vision to reality...We made it. (###)




Referensi bacaan dan foto:

www.cafepress.com
http://v2.nl/files/2010/events/interactive-landscapes-book-launch-documentation/V2-Daan%20Roosegaarde-13.JPG/view







Minggu, 05 Mei 2013

Dutch Not Duck




Imajinasi tak bisa dipisahkan dengan Belanda. Seorang Antonie van Leeuwenhoek penemu mikroskop mampu membuka tabir  “dunia baru”  yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Penemuan mikroskop menjadikannya sebagai bapak mikrobiologi dan meletakkan dasar ilmu hayat.










Lalu, ketika orang hanya dapat melihat benda langit yang kelihatan jauh, muncullah penemuan teleskop oleh Hans Lippershey. Inovasi itu membuat ilmu astronomi berkembang pesat.  Ia menjadi pioner teleskop dan menginspirasi ilmuwan lainnya. Galileo Galilei yang melakukan modifikasi teleskop Lippershey berhasil membuka mata dunia dengan meruntuhkan teori Copernicus.


Saat mereka tahu kalau negerinya di bawah laut, Belanda memacu pengembangan teknologi untuk melawan air dengan mengembangkan berbagai macam bendungan hingga proyek besar pengendalian air bernama Delta Works berupa tanggul dan polder. Proyek yang dibangun lima dekade merupakan salah satu pembangunan terbesar dalam sejarah umat manusia, sehingga American Society of Civil Engineers mentahbiskan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern. Hingga kini, ada 3.500 polder dataran rendah yang tertutup oleh tanggul dan telah dibangun lebih dari 1.000 tahun.


Peperangan dengan air, mulai diakhiri setelah muncul terobosan baru. Karena mereka berpikir, apakah mungkin selamanya Belanda akan bermusuhan dengan air? Para ahli akhirnya menjadi pendulum untuk membuat pemukiman di atas air. Apalagi pemanasan global yang terjadi akan menaikkan ketinggian air laut. Tahun 2100, kenaikan air laut diperkirakan mencapai 110 cm, di sisi lain ada tambahan kebutuhan rumah baru 500 ribu unit. 






Salah satu ahli, Frits Schoute dengan proyeknya Ecoboot bekerja sama dengan Delft Technical University terus mengembangkan floating houses. Teknologi tersebut telah menarik negara-negara lain untuk bisa diterapkan. Itulah teknologi terbaru yang mengubah lawan menjadi sahabat.

 
Belanda kembali membikin heboh para ilmuwan dan publik dunia. Adalah Bas Lansdorp dengan bendera Mars One menyatakan siap menakhlukan Mars. Rencananya, pada 2016 bakal mendemonstrasikan kemampuan mendarat di Mars. Kemudian pengiriman kru sebanyak empat orang di tahun 2022. Diproyeksikan pendaratan di Mars tahun 2023 dan menjadi momentum dimulainya kolonisasi manusia di planet Merah.





Profesor fisika Belanda dan pemenang hadiah Nobel Gerard 't Hooft sangat antusias terhadap ide Lansdorp. Kini, Lansdorp kemudian menjalin kerja sama dengan University of Twente.  Rektor University of Twente Profesor Ed Brinksma menyatakan kalau Mars One menunjukkan keberanian, ambisi serta berpikir besar. Program interaksi keilmuan antara ahli Mars One dengan universitas akan diluncurkan pada September 2013.






Inilah orang Belanda, sehingga seorang tokoh besar Belanda Desiderius Erasmus Roterodamus secara jelas menggambarkannya.  When I get a little money I buy books, and if any is left over, I buy food and clothes. Buku yang berisi ilmu pengetahuan menjadi bagian paling penting jika dibandingkan dengan makanan dan pakaian.



 
Bangsa itu juga memahami dikatakan oleh Albert Einstein. Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited to all we now know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand.







Tertarik dengan Belanda yang selalu mengajak berimajinasi? Silakan menimba ilmu di sana. Seorang mahasiswa Mexico Mitzi Dominguez  mengatakan, “Orang Belanda selalu selangkah lebih maju.” It’s Dutch, not Duck. Inilah Belanda, negara pioner, bukan bebek yang hanya bisa mengekor. (###)












Referensi bacaan:


Referensi foto :






Rabu, 01 Mei 2013

Tiga Anak Perempuan Itu Memburuh Demi Sekolah...


Tiga saudara kandung itu berjalan pulang menyusuri jalanan batu yang menanjak setelah keluar dari SMP Negeri 4 Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng). Rumah mereka hanya berukuran 6 x 5 meter berlantai lantai tanah dan berbilik bambu di Dusun Batur, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang

Di dalam rumah, hanya ada tiga dipan, satu televisi dan meja kursi yang tidak terawat. Namun, televisi 12 inchi tidak dapat lagi hidup karena rusak. Sedangkan di dapur, tidak ada kompor. Hanya terlihat tungku dari tumpukan batu. Kalau memasak, kayu bakar jadi andalan. Tanah tempat rumahnya berdiri, juga bukan milik mereka. Itu adalah tanah milik desa yang harus disewa. Sejak lama mereka menempati dengan sewa. Kini, tagihannya telah sampai Rp4 juta.

Di rumah, ketiganya berbagi peran. Indahsari, 17, yang kini kelas 9 SMP dan Supriyani Astuti, 15, kelas 7 masuk ke dapur untuk memasak. Sedangkan Juliah, 13, menggendong Sayang, 5, yang tengah mainan sendiri di lantai tanah rumah mereka. Saban hari, Sayang memang masih di rumah bersama ibu mereka. Tetapi, sejak lima tahun silam, Tarmini, 40, hanya dapat menjaga anaknya yang kecil karena mengalami depresi. Praktis saban hari, anak-anak SMP itu berjuang untuk menghidupi diri mereka bersama dengan adik paling bungsu.

Pembagian peran itu dilakukan sejak bapaknya, Winarto, meninggal di usia 45 tahun pada Desember 2012 lalu. Dulu, bapaknya masih bisa membantu mengurus adik memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Namun hampir empat bulan terakhir, ketiganya banting tulang mengurus keluarga secara mandiri. “Ibu sudah sejak lama, kira-kira lima tahun tidak bisa apa-apa. Saya juga tidak tahu penyebabnya, karena tiba-tiba ibu diam dan sulit diajak berkomunikasi. Kadang-kadang berbicara sendiri,”ungkap Indahsari.

Empat bulan terakhir, Indahsari berperan menjadi kepala keluarga sekaligus berjuang untuk menyelesaikan sekolah di SMP. Kalau dibandingkan dengan usianya sekarang, Indahsari memang terlambat pendidikannya. Seharusnya ia sudah menginjak SLTA, tetapi karena kesulitan rumah tangga mereka, Indahsari baru akan lulus tahun ini. Baik Indahsari maupun adiknya sempat berhenti sekolah, tetapi setelah ada ongkos, mereka kemudian melanjutkan lagi.

Mereka masih bisa mengandalkan kakaknya, Tanto Purnomo, 23, yang bekerja sebagai buruh bengkel di Samarinda, Kalimantan Timur. Setiap bulan, Tanto mengirimkan uang sebesar Rp300 ribu untuk keluarga di dusun yang berada di pegunungan Ardi Lawet yang letaknya sekitar 35 kilometer (km) dari Purbalingga. “Kiriman sebesar Rp300 ribu tersebut kami gunakan untuk melunasi utang setiap bulan Rp100 ribu dan sisanya untuk membayar listrik dan kebutuhan harian. Kami harus membayar tagihan listrik sebulan Rp40 ribu. Kami juga harus membayar sewa tanah 4 juta. Namun saat ini, kami baru mampu membayar Rp1 juta,”jelasnya.

Untuk tetap melanjutkan hidup mereka, Indah, Supri dan Juliah sepakat bekerja. Karena masih ada tanggungan sekolah dan menunggu ibu serta adiknya, mereka bekerja membuat bulu mata palsu di rumah mereka.

Setelah memasak yang hanya dilakukan satu kali sehari selepas sekolah, mereka memulai aktivitas lain, membuat bulu mata palsu. “Pekerjaan membuat bulu mata palsu saya lakukan sejak kelas 5 SD. Sebab, pada saat bapak masih hidup, keperluan sehari-hari masih belum tercukupi sehingga saya dan adik-adik belajar membuat bulu mata palsu,”kata Indah.

Setiap dua hari sekali, kata Indah, ia bersama adik-adiknya mendapatkan upah sekitar Rp10 ribu sehingga setiap bulan hanya mendapatkan Rp150 ribu. Uang tersebut digunakan untuk membeli berbagai macam kebutuhan sehari-hari seperti beras dan sayuran. “Kalau dihitung-hitung memang tidak cukup, makanya kadang-kadang kami juga mencucikan baju-baju milik tetangga. Setiap mencuci baju, mendapatkan upah sekitar Rp10 ribu. Lumayan bisa untuk makan sehari dua kali dengan sayur,”katanya.

Meski telah lelah bersekolah dan bekerja, mereka masih tetap mampu menyempatkan diri untuk belajar saban malam. Kedisiplinan membuat mereka berprestasi di sekolah. Bahkan Indah dan Juliah termasuk dalam ranking 10 besar di sekolah. “Kami harus belajar agar dapat meneruskan sekolah. Mudah-mudahan setelah lulus SMP, saya bisa melanjutkan ke jenjang SLTA. Saya ingin bersekolah di SMK, agar bisa cepat mendapatkan kerja demi adik-adik saya,”ungkap Indah.

Mereka mengaku beruntung, karena bisa bekerja dan bersekolah. “Selama ini, sekolah memang tidak menarik biaya apapun, apalagi sekolahnya dekat dengan rumah sehingga tidak perlu ongkos angkutan. Kalau sekolah jauh, belum tentu kami sekolah,”kata Supri, adik Indah.

Dirinya juga masih ingin melanjutkan sekolah sambil mengejar cita-cita menjadi atlet tenis meja. “Saya hanya ingin jadi atlet tenis meja. Karena itu kesukaan saya,”ujarnya. Sedangkan Juliah, masih tetap memupuk asanya sebagai seorang guru.

Kepala SMP Negeri 4 Rembang Sumarmo mengungkapkan meski mereka tidak mampu dan harus bekerja mencukupi kebutuhan hidup, namun tidak pernah terlambat mengikuti pelajaran sekolah. “Bahkan, mereka termasuk anak yang cukup pintar di sekolah. Indah dan Juliah termasuk 10 besar di sekolah. Sementara Supriyani juga cukup baik prestasinya, bahkan dirinya mendapatkan beasiswa siswa miskin (BSM) sehingga bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sekolah dirinya. Jika ada masih ada kebutuhan sekolah lain, kami para guru telah bersepakat untuk membantu mereka, karena mereka benar-benar tidak mampu. Barangkali tidak seberapa, namun kami menginginkan agar anak-anak itu tetap melanjutkan sekolah sampai selesai,”katanya.

Indah, Supriyani, dan Juliah adalah anak-anak yang tidak pernah menyerah terhadap kondisi. Semangat mereka untuk terus bersekolah tetap menyala, bahkan mereka tetap berani untuk bermimpi bagi masa depannya. Kini, Indah tinggal menyelesaikan sekolahnya di SMP. Namun, terkadang dirinya agak gamang, apakah mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mengingat di SLTA harus membayar, sedangkan adik-adiknya juga butuh biaya. (liliek dharmawan)