Batu-batu besar menggelinding dan memenuhi sungai-sungai
yang memiliki hulu di Gunung Merapi. Lahar dingin meluap di sekitar kota dari
sungai di Yogyakarta. Batu besar, pasir dan sedimen lain begitu leluasa
meluncur dari arah Gunung Merapi melalui sungai-sungai tersebut. Kondisi itu
sangat mengkhawatirkan rumah-rumah bisa hancur diterjang banjir material dan
mengancam nyawa manusia.
Tunggu dulu. Itu bukanlah kenyataan. Namun, dapat menjadi
nyata jika tidak ada teknologi. Teknologi yang menjadi pahlawan dalam erupsi
Merapi adalah Dam Sabo. Bangunan Sabo itulah yang berhasil menahan material
vulkanik yang meluncur dari Gunung Merapi melewati berbagai macam sungai yang
alirannya sampai ke Kota Yogyakarta.
Seperti dilansir Kompas,
proyek Sabo tersebut telah dimulai sejak tahun 1970 hasil kerja sama antara
Indonesia dengan Jepang. Pembangunannya di tiga tempat yakni sungai-sungai di
Gunung Kelud, Agung dan Merapi. Gunung Merapi menjadi pilihan karena merupakan
salah satu gunung berapi teraktif di dunia. Hingga kini terdapat 114 Dam Sabo
di empat sungai. Di Kali Gendol ada 20 Dam Sabo, kemudian di Kali Boyong 43
buah, Kali Kuning 15 buah, Kali Krasak 25 buah, dan Kali Bebeng 11 buah.
Dam-dam Sabo di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi
tersebut telah menunjukkan kemampuannya dalam menahan sedimen dan material
vulkanik. Contoh paling nyata adalah erupsi dahsyat pada 2010 lalu. Material vulkanik
yang terdiri dari batu-batu besar mampu ditahan, sehingga tidak sampai
daerah-daerah di hilir.
Dam Sabo tidak saja berfungsi sebagai penahan sedimen
semata. Berdasarkan laman Balitbang Kementrian PU di http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang/356-lsabo,
disebutkan Dam Sabo juga melindungi manusia dan tempat tinggal terhadap bencana
alam akibat erosi, aliran sedimen dan sedimentasi. Makanya tidak dapat
dibayangkan apa yang terjadi ketika erupsi Merapi tahun 2010 tidak ada Dam
Sabo.
Selain itu, Dam Sabo juga berfungsi memelihara dan menjaga
kelestarian sumberdaya alam dan meningkatkan kondisi lingkungannya. Teknologi
tersebut juga melindungi kawasan perkotaan dan pedesaan dari bahaya erupsi dan
becana sedimentasi lainnya serta melindungi fasilitas umum seperti jembatan,
jalan, bangunan-bangunan dan irigasi.
Secara teknis, keberadaan Dam Sabo mampu memantapkan lereng
bukit, menstabilkan dasar sungai rencana untuk mencegah erosi vertikal dan
erosi lateral, mengurangi kecepatan dan mengendalikan
aliran banjir serta memelihara stabilitas lereng kaki gunung terhadap
longsoran.
Teknologi hebat itu tidak mandek. Para ahli misalnya yang
bertugas di Balai Sabo Yogyakarta bertekad untuk terus mengembangkan teknologi
tersebut. Seperti dilansir http://gudeg.net/id/directory/55/1853/Balai-SABO-Yogyakarta.html#.Uog3R_u20Xw,
Balai Sabo Yogyakarta terus melaksanakan pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan
teknologi, pengaplikasian teknologi, pengujian dan penyiapan saran teknis (engineering advice) teknologi Sabo untuk penanggulangan bencana alam akibat
gerakan massa debris. Tugas tersebut dilaksanakan salah satunya dengan
melakukan penelitian dan pengembangan serta pengujian di laboratorium dan
lapangan.
Tentu saja dengan teknologi yang telah ada tersebut, perlu
pelibatan masyarakat agar ikut menjaganya. Jangan sampai, Dam Sabo mengalami
kerusakan akibat tangan-tangan jahil tidak bertanggung jawab. Maka sosialisasi
menjadi penting, termasuk dampak yang ditimbulkan jika Dam Sabo tidak ada.
(liliek dharmawan-liliekdharmawan@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar