volcano.si.edu
Napoleon Bonaparte, 100
hari selepas hari kebebasannya atau 18 Juni 1815. Ia bergerak
menggempur pasukan koalisi yang dipimpin Laksamana Wellington, di
Waterloo atau 15 km selatan Brussels, Belgia. Ternyata perang yang
disebut Pertempuran Waterloo tersebut merupakan babak
pamungkas dari sepak terjang
Napoleon.
Kekalahan Napoleon
sebetulnya tidak diperhitungkan, karena dia dan pasukannya sangat
siap. Sayang, cuaca yang tidak semestinya muncul. Pada saat
penyerangan, terjadi hujan lebat yang menimbulkan banjir sehingga
sulit baginya untuk membawa meriam-meriam berat. Napoleon memutuskan
untuk menunggu tanahnya mengering, tetapi sayang hal itu tidak
terjadi. Napoleon takluk dan kekaisaran Prancis juga tumbang.
Barangkali Napoleon
tidak pernah membayangkan adanya hujan deras yang turun pada bulan
Juni. Sebab, biasanya pada Juni sudah tidak ada hujan karena akan
memasuki musim panas. Namun, kenyataan berkata lain. Karena nun jauh
di sana, atau tiga bulan sebelumnya, ada peristiwa mahadahsyat yakni
meletusnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 10 April 1815.
Meski tidak terdengar letusannya, tetapi abu letusan Tambora sampai
ke lapisan stratosfir yang dimungkinkan menyublim di langit Eropa,
sehingga hujan deras masih terjadi.
Bahkan, dalam catatan
sejarah menyebutkan, tahun 1816, disebut sebagai “the year without
summer”. Debu vulkanis Gunung Tambora telah menghalangi sinar
matahari, sehingga tidak muncul musim panas. Dampaknya, musim dingin
di Eropa dan Amerika Utara bertambah panjang. Sedangkan Australia dan
Afrika Selatan turun salju saat musim panas.
Suhu bumi yang
diperkirakan menurun sampai 0,5 derajat Celcius itu membuat perubahan
yang dahsyat. Dampaknya gagal panen di mana-mana. Kelaparan dan wabah
penyakit pun terjangkit di hampir seluruh belahan dunia.
Letusan Tambora dicatat
paling dahsyat dalam sejarah manusia modern. Magnitudo
letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada
pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba (Sumatera
Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada pada skala 8.
Gunung yang sebelumnya
memiliki ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut (mdpl)
tersebut terpotong hingga 1.500 mdpl menjadi 2.700 mdpl. Isi dari
perut gunung juga dimuntahkan dengan meninggalkan kawah hingga
sedalam 1.100 meter dan diameter 6,2 km. Total volume Tambora yang
dikeluarkan mencapai 150 miliar meter kubik. Padahal, Gunung Merapi
yang meletus tahun 2010 silam “hanya” memuntahkan 140 juta meter
kubik. Abu yang dilontarkan terdeteksi hingga 1.300 km dari lokasi
setempat. Jumlah
total gabungan awan panas (piroklastik) dan batuan totalnya 874
kilometer persegi. Ketebalan awan panas rata-rata 7 meter, tetapi ada
yang mencapai 20 meter. Dalam
radius sekitar 600 km dari Tambora gelap gulita sepanjang hari hampir
sepekan.
Dampak yang ditimbulkan
sungguh dahsyat. Tiga kerajaan yang berjaya sebelum Tambora meletus
seperti Kerajaan Sanggar, Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat, sama
sekali tidak lagi tersisa. Korban tewas diperkirakan 91 ribu orang.
Dari jumlah tersebut, 10 ribu di antaranya tewas akibat tersapu badai
awan panas. Sisanya, sekitar 81 ribu lainnya adalah dampak sekunder
akibat kelaparan dan penyakit yang muncul pascaletusan.
Empat tahun selepas
letusan, ahli Botani asal Belanda, Junghuhn pernah menuliskan kalau
sejauh mata memandang, yang terlihat di lautan hanya batu apung.
Kepunahan benar-benar nyata di pelupuk mata. Bumi seakan menjadi
kosong.
Waktu berjalan.
Pelan-pelan, hancurnya peradaban akibat letusan Tambora mulai
bergerak. Pulau Sumbawa, tempat Tambora, kembali menggeliat. Bahkan,
selepas 200 tahun sejak letusan, Tambora telah menjadi gunung yang
terus didatangi oleh pengunjung. Sejarah kedahsyatan letusannya,
mampu menarik kunjungan warga domestik maupun manca. Alam di Tambora
juga kaya akan fauna, seperti jenis burung kakaktua kepala putih,
nuri merah, ayam hutan, elang dan gagak. Lainnya, adalah musang,
biawak, landak, monyet dan sebagainya.
Untuk mendaki ke puncak
Tambora, dapat melalui sejumlah pos pendakian. Di antaranya dari
jalur barat dimulai dari Desa Pancasila sampai ke kaldera barat
dengan membutuhkan waktu 2-3 hari. Sedangkan dari utara, melalui Desa
Kawind Nae sampai ke kaldera utara. Jaraknya lebih pendek dan lebih
cepat sampai. Sementara kalau melalui Desa Doropeti, bisa menggunakan
mobil. Mobil dapat mencapai ketinggian hingga 1.200 mdpl dilanjutkan
dengan jalan kaki 2-3 jam. Meski lelah, tetapi jika sampai di sana,
sepertinya hilang segala penat. Dengan sapaan sinar matahari pagi
yang sungguh luar biasa visualnya.
Wisata Tambora, di Nusa
Tenggara Barat, menjadi magnet luar biasa, terutama bagi wisatawan
manca negara. Apalagi, kesejarahan membuktikan jika Tambora memiliki
misteri ilmu pengetahuan yang bisa diungkap. Inilah wisata kelas
dunia. Wisata yang tidak saja melihat keindahan alam, tetapi juga
mengungkap misteri masa lalu Tambora melalui perjalanan ke sana.
Pengunjung bisa jadi bukan hanya warga awam semata, melainkan juga
para ahli di bidangnya untuk menambah khazanah kelilmuan mereka.
Tak salah, jika kemudian Pemprov Nusa Tenggara Barat, telah memastikan ada satu acara dahsyat di Tamborsa yang bakal dihelat tahun 2015 mendatang. Sengaja, jauh-jauh hari rencana dimunculkan, agar pada puncaknya, 11 April 2015 atau dua abad kedahsyatan letusan Tambora, pengunjung dapat merasakan auranya. Tentu saja, bukan kedahsyatan letusan, tetapi aura Tambora yang menyapa dunia. Tambora yang siap dinikmati dan dieksplorasi dari berbagai disiplin keilmuan.
Di sana, anda ditunggu.
Siapapun Anda. Warga biasa, petualang,
backpacker, wisawatan, bahkan ilmuwan sekalipun. Itulah Tambora, yang
siap menyatukan perbedaan sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Yang pasti bukan rasa kekhawatiran,
namun kesukacitaan bersama.
Inilah Nusa Tenggara
Barat. Wisata yang tersaji tak hanya sebatas alam indah yang
mengasyikkan untuk dinikmati. Pantainya yang aduhai dipadu dengan
kondisi alam yang eksotik, menjadi daya tarik bagi mereka yang
datang. Keindahkan alam itu, kemudian dipadu dengan beragam adat
istiadat yang budaya masyarakatnya. Imaji bakal tercipta dan
diejawantahkan melalui tulisan dan rekam gambar. Eiittt...tidak hanya
itu. Sejatinya yang lebih misteri dan mengguncang hati adalah ketika
berziarah ke masa lampau, lewat wisata Tambora. (Lilik Darmawan)
Referensi
1. Harian Kompas
2. Majalah NGI
3. Majalah
Ilmiah Populer: EKSPEDISI GEOGRAFI INDONESIA 2010 NUSA TENGGARA BARAT
– BAKOSURTANAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar