Kamis, 10 Februari 2011

Benteng Nusakambangan yang Terabaikan





Pulau Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) sudah sejak lama dipandang sebagai pulau stragetis. Bagi pemerintah kolonial Belanda, pulau itu kemudian digunakan sebagai pulau penjara dengan didirikannya bangunan-bangunan tahanan. Selain itu, Belanda juga memanfaatkan Pulau Nusakambangan sebagai pulau pertahanan di Samudra Hindia.

Bukti itu tampak dari benteng-benteng yang dibangun di sebelah timur dan selatan pulau yang terletak di selatan Kabupaten Cilacap itu. Untuk mencapai bangunan benteng di Nusakambangan haruslah naik perahu compreng dan melintas di Segara Anakan sepanjang 2 kilometer (km) dan memakan waktu sekitar 15 menit. Setelah sampai di pantai Nusakambangan bagian timur, jalan kaki sekitar 1 km dengan menerobos hutan. Jalan setapak dengan lebar sekitar 1,5 meter tersebut hanyalah tanah dan di samping kanan serta kiri ditumbuhi pepohonan hutan yang cukup besar.

Setelah jalan sekitar 15 menit, sampailah pada gerbang benteng yang dulunya dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda. Tidak ada data pasti kapan benteng tersebut didirikan, namun kemungkinan besar tidak jauh berbeda tahun pembangunannya dengan Benteng Pendem di Cilacap. Bahkan, diyakini kalau sebetulnya Benteng Pendem di Cilacap berhubungan langsung dengan Benteng Nusakambangan dengan melalui lorong di bawah laut.

Benteng Nusakambangan benar-tergerus oleh alam. Bagaimana tidak benteng yang terlihat tidak terurus itu sudah ditumbuhi pepohonan hutan. Akar pepohonan bagai ular yang melilit bangunan benteng yang terbuat dari batiu bata itu. Beberapa sudutnya terlihat corat-coret dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Pintu gerbang benteng terdiri dari sejumlah ruangan yang dulunya mungkin sebagai tempat penjagaan. Sama seperti benteng-benteng Belanda lainnya, pintu gerbang atas berupa setengah lingkaran yang dipadu dengan bentuk persegi panjang. Selepas pintu gerbang, ada pula benteng lainnya yang merupakan benteng pertahanan. Di benteng pertahanan ada ruangan-ruangan seperti kantor dan di tengahnya seperti aula. Ada pula benteng pengintai, sehingga kalau berada di benteng bagian atas, pandangan mata langsung lepas tertuju ke Samudra Hindia.

Rata-rata benteng tersebut telah ditumbuhi pepohonan yang akarnya melilit benteng. Sementara di kanan kirinya tumbuh semak belukar yang semakin menambah kesan angker pada benteng tersebut. Sementara di dalam benteng, beberapa tembok pemisah ada yang sudah hancur separuh. Tetapi satu hal yang sama, bangunan benteng benar-benar terlihat kokoh meski telah ditelan zaman sampai ratusan tahun.

Benteng itu memang tidak terurus, terabaikan. Sebab, sampai sekarang tidak ada satu otoritas pun yang memeliharnya. Secara administratif benteng itu memang berada di Nusakambangan yang notabene wilayah Kabupaten Cilacap. Tetapi, kewenangan terhadap pulau itu berada di Kementrian Hukum dan HAM. Praktis, sejauh ini tidak ada upaya untuk memelihara bangunan bersejarah itu.

Hingga akhirnya tahun 2005 lalu, seorang warga yang bermukim di Pulau Nusakambangan Timur, Mardiyono, 56, mengajukan diri untuk mengelola benteng-benteng tersebut. Salah satunya adalah membersihkan benteng dan menarik retribusi para pengunjung yang datang. “Benteng-benteng yang dekat dengan Pantai Karangbolong, Nusakambangan cukup banyak. Ada benteng pertahanan, pengintaian, bahkan ada pula benteng yang di dalamnya digunakan untuk RS. Sebetulnya benteng-benteng yang dibangun Belanda cukup banyak, hampir mengelilingi Pulau Nusakambangan terutama bagian timur dan selatan sampai ke barat,”katanya.

Kebanyakan, keberadaan benteng tidak terurus, karena memang tidak ada lembaga atau instansi yang menaruh perhatian. “Benteng yang saya urusi itu hanya bagian kecil dari benteng-benteng yang dibangun Pemerintahan Belanda. Namun, pemeliharaan yang saya lakukan hanya sebatas membersihkan benteng terutama bagian dalam. Nyatanya, setelah dibersihkan banyak yang datang ingin melihat benteng. Rata-rata per bulan ada 500-600 pengunjung dengan retribusi masuk Rp3.500 per orang,”jelasnya.

Apa yang dilakukan Mardiyono pantas dipuji, karena sejauh ini tidak ada instansi yang menaruh perhatian pada benda peninggalan Belanda yang bernilai historis tersebut. Entah sampai kapan benteng-benteng itu terabaikan. (liliek dharmawan)

1 komentar:

Bayu Nur Aj mengatakan...

Mohon Ijin Share picture untuk dukung pariwisata nusakambangan