SIANG yang panas. Matahari begitu menyengat. Tetapi bagi Marsih, 50, dan Cipto, 56, terik matahari tak dihiraukannya. Mereka tetap asyik dengan pekerjaan yang telah dimulai sejak pagi. Tangan-tangannya terlihat penuh dengan lumpur. Sesekali ia memasukkan jari-jarinya ke genangan air. Setelah itu, tangannya kembali meraih tanah, dimasukkan ke dalam plastik kecil. Lalu diraihnya tanaman yang tingginya masih sekitar 20 sentimeter (cm) dan ditanam pada polybag yang sudah diberi tanah.
“Pekerjaan setiap harinya memang seperti ini. Kami
mengalihkan bibit tanaman bakau ke dalam polybag. Kalau dihitung, setiap
harinya bisa ratusan bibit bakau yang masuk ke dalam kantung plastik tersebut.
Tanaman ini merupakan bibit tanaman bakau yang sengaja dibudidayakan,”ungkap
Cipto, 56, yang mamakai caping untuk penutup kepala.
Ia bersama Marsih dan sejumlah petani lainnya memang tampak
begitu sibuk. Kalau dihitung, sudah ada ribuan tanaman bakau hasil pembibitan
yang ada di lokasi kebun bibit di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut,
Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) tersebut. Kebun bibit itu dikelola oleh
masyarakat setempat yang tergabung dalam kelompok Patra Krida Lestari. Kelompok
itu memang telah memulai pengembangan bibit sejak tahun 2001 silam.
Ketua Kelompok Patra Krida Lestari Wahyono mengatakan ia
bersama kelompoknya sengaja memulai mengumpulkan bibit bakau untuk kembali
menghijaukan kawasan Kampung Laut khususnya Desa Ujung Alang.
“Di wilayah ini, kondisi mangrove sudah mengalami kerusakan
cukup parah. Apalagi pada sekitar tahun 1990-an silam di mana ada usaha
besar-besaran pembudidayaan bandeng di kawasan ini. Usaha itu membuka lahan
mangrove dengan menebangi pohon-pohon bakau. Namun akhirnya, budidaya itu
mengalami kebangkrutan. Banyak tambak yang ditutup, tetapi dampaknya, hutan
mangrove jadi rusak akibat penebangan. Yang dulunya hijau, berubah jadi lahan
terbuka,”jelasnya.
Kerusakan mangrove memang membawa keprihatinan. Hingga
akhirnya, sejumlah warga sepakat untuk memulai menghijaukan kawasan itu.
Targetnya tidaklah muluk-muluk, yang penting bekas tambak ditanami kembali
pepohonan bakau.
Hektare per hektare lahan yang rusak akibat penebangan
mangrove dihijaukan. Hingga kini, setidaknya ada 28 ha areal yang telah
ditanami tanaman bakau. Bahkan, Wahyono juga berinisiatif untuk membudidayakan
berbagai jenis mangrove yang dulu pernah ada, namun sekarang mulai langka.
“Sampai sekarang ada setidaknya 18 jenis tanaman mangrove yang kami kembangkan
pada lahan 6 ha. Saya harus mencari jenis lainnya, sebab ada setidaknya 28
jenis tanaman mangrove. Saya sudah mencari jenis-jenisnya dan sedang melakukan
pencarian untuk dikembangkan. Yang masih sangat sulit dicari adalah jenis
gebang dan kayu duduk,”ujar Wahyono.
Pengembangan bibit mangrove ini, kata Wahyono, tidak ada
yang membiayai. Seluruhnya murni inisiatif kelompok. Mengapa mereka mau? Ya,
karena bibit yang ditanam sebetulnya juga bisa menghasilkan uang, jika ada yang
membeli. “Memang kalau ada perusahaan atau pihak pemerintah membutuhkan, kami
akan menjualnya. Tetapi jika yang meminta adalah masyarakat biasa, kami akan
memberikan cuma-cuma,”lanjut Wahyono.
Selain itu, kata dia, tanaman mangrove yang sudah besar,
kayunya bisa digunakan sendiri untuk membuat rumah. “Kalau untuk rumah sendiri,
tentu penebangan tidak banyak. Hanya sesuai kebutuhan saja. Jelas akan lebih
hemat, sebab, per batang kayu sekarang telah mencapai Rp6 ribu. Jika sudah
hutan mangrove bagus, maka sebagian bisa ditebang untuk kepentingan sendiri.
Namun, anggota telah sepakat kalau penebangan tidak boleh
sembarangan,”tandasnya.
Pada sisi lain, dengan tumbuhnya hutan mangrove, maka
lingkungannya dapat digunakan untuk budidaya, misalnya kepiting. “Budidaya kepiting
hasilnya sangat bagus. Tetapi sekali lagi, untuk budidaya bandeng atau
kepiting, syaratnya adalah hutan mangrove bagus. Dari lahan sekitar 0,5 ha,
hasil kepiting sekali panen bisa mencapai Rp4 juta. Hal ini tentu akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. Ada dua keuntungan, lingkungan menjadi baik
dan pendapatan masyarakat meningkat,”jelasnya.
Kondisi hutan mangrove di wilayah Segara Anakan, Cilacap itu
juga sempat menjadi perhatian dalam sebuah seminar internasional di Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jateng pada Oktober 2012 lalu. Dalam
seminar tersebut terungkap kalau luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3,2 juta
ha saja atau 22% dari luasan mangrove di dunia.
Para ahli prihatin dengan kondisi mangrove yang sebetulnya
menjadi ekosistem penting dalam mengurangi dampak pemanasan global. Pada
seminar itu juga terungkap, riset yang telah dilakukan Ocean and Coastal Policy
Program Duke University menyebutkan kalau merusak 1 ha hutan mangrove, sama dengan menebang 3-5
ha hutan tropis. Dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove bisa mengurangi emisi
karbon lebih besar jika dibandingkan dengan hutan tropis.
Hutan mangrove yang dikategorikan ekosistem lahan basah
mampu menyimpan 800-1.200 ton CO2 per ha. Pelepasan emisi ke udara pada hutan
mangrove lebih kecil daripada hutan di daratan. Pembusukan serasah tanaman
akuatik tidak melepaskan karbon ke udara. Tanaman hutan tropis yang mati
melepas 50 persen karbon.
Barangkali, Wahyono berserta kelompoknya tidak terlalu
berfikir jauh kalau kawasan Kampung Laut yang dihijaukannya ternyata berdampak
besar bagi pengurangan pemanasan global, meski mereka beraksi secara lokal. Masyarakat
setempat tidak terlalu paham kalau pengurangan dampak pemanasan global menjadi
perbincangan yang tiada henti. Tak dinyana langkah mereka sejalan dengan yang
dilakukan Oxfam. Oxfam adalah
konfederasi internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di
92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun
masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan.
Bagi masyarakat setempat, berfikirnya sederhana saja yakni
melakukan penghijauan. Karena dengan menghijaukan mangrove, pendapatan
masyarakat akan meningkat karena hutan mangrove yang hijau dan baik bisa
digunakan warga untuk budidaya kepiting. Sederhana bukan? Padahal, sejatinya, aksi
mereka bisa menjadi inspirasi masyarakat dunia akan pentingnya pengurangan
dampak pemanasan global. (***)
1 komentar:
congrats ya ka :D menang hadiah hiburan nih :D hehe
Posting Komentar