Kamis, 30 Oktober 2014

Blusukan Demi Perdesaan



                                                       Anak-anak desa tersenyum bahagia



Siang awal Mei 2012 silam, ibu-ibu anggota PKK Kabupaten Gorontalo, Pemprov Gorontalo bersama petugas dari Puskesmas Limboto 'blusukan' ke Kelurahan Tilihuwa. Mereka sengaja datang karena ada laporan dari dasawisma setempat kalau ada anak yang terdeteksi mengalami gizi buruk. Blusukan untuk melacak keberadaan anak gizi buruk membuahkan hasil. Ternyata benar, ada 12 anak yang diidentifikasi menderita gizi buruk. Penemuan itu langsung ditindaklanjuti dengan aksi nyata. Mereka yang mengalami gizi buruk dan kurang mendapat perawatan intensif dai Puskesmas Limboto.



Kami memang bekerja seperti ini. Ibu-ibu PKK di Gorontalo harus bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan yang ada di pedesaan. Terutama anak-anak yang mengalami gizi buruk,”kata Wakil Ketua PKK Gorontalo Venny Anwar seperti dikutip dalam situs resmi PKK Gorontalo.



Berbagai upaya itu dilakukan, karena Kabupaten Gorontalo membutuhkan upaya luar biasa untuk memajukan daerah setempat. Kerja keras berbagai macam elemen, tidak hanya pemkab, nyata hasilnya. Misalnya saja, pada tahun 2006 silam, kasus kurang gizi mencapai 18,8%. Berkat kerja keras, di tahun 2008 silam, angka kurang gizi menurun tajam, menjadi 7,8%.



Blusukan memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Kabupaten Gorontalo, terutama setelah bupati dijabat oleh David Bobihoe Akib. Ia memang “nyentrik”, karena memiliki pemikiran yang “out the box”. Ketika orang lain hanya berfikir jika pemerintah hanya diam di tempat, tidak dengan David. Dia pun benar-benar mengejawantahkan kalau sesungguhnya pejabat adalah pelayan masyarakat. Makanya, sejak memangku jabatan tahun 2005, Bupati David langsung blusukan ke daerah-daerah terpencil. Ia tidak sendiri, melainkan membawa seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD).



Dalam wawancara di acara Kick Andy maupun Mata Najwa, David menyatakan kalau gaya kepemimpinannya yang seperti itu untuk mendekatkan dengan persoalan-persoalan nyata di masyarakat. “Saya punya ide yang namanya ”Goverment Mobile” (GM). GM ini sesungguhnya merupakan pemerintahan yang langsung turun melayani masyarakat di pelosok. Kita memang tidak hanya menjemput bola, tetapi merampas bola,”katanya seraya tertawa.



GM inilah yang menjadi trigger bagi aparat pemerintahan, organisasi sosial maupun elemen lainnya di masyarakat. “Dengan adanya GM, maka berbagai persoalan di masyarakat dapat dilihat dan diselesaikan secepatnya. Pelayanannya juga terpadu, mulau masalah admisitrasi kependudukan, pendidikan maupun kesehatan. Pokoknya segala permasalahan yang ada di masyarakat akan kita atasi secepatnya,”tandas Bupati.



Pada sektor kesehatan, kata Bupati, Pemkab Gorontalo menelorkan berbagai program untuk menunjang visi Gorontalo dengan fokus pada visi masyarakat yang sehat dan cerdas. Program yang tercipta diberi nama unik, sehingga mudah diingat. Misalnya saja Pro WHO, yakni program warga harus berobat baik ke Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dan Medical Center. Warga miskin diberikan biaya berobat gratis pada RSUD MM Dunda, sedangkan penderita gizi buruk dilayani di Mongolato Medical Center (MMC). Medical Center tersebut ditopang dengan sarana layanan kesehatan lengkap plus tenaga kesehatan terlatih.



Bahkan, Pemkab Gorontalo juga secara berkala memberikan sayembara kesehatan warga. Hal ini menarik, karena biasanya pemkab ada yang sengaja menyembunyikan data kasus gizi buruk agar tidak terdengar. Namun, Pemkab Gorontalo sebaliknya, justru memberikan reward bagi warga yang melaporkan adanya balita gizi buruk. Sebab, dengan adanya pelaporan tersebut, maka akan lebih cepat untuk menangani kasusnya.



Yang tidak kalah menarik, Pemkab Gorontalo melibatkan seluruh stakeholders untuk turun dan menjadi kader penyadaran kesehatan bagi masyarakat. Mereka terdiri dari pemdes, pemerintah kecamatan, Polsek dan Polres serta jajaran TNI dan masuk dalam G-Gas atau Gugus Tugas. Jadi seluruh elemen bergerak secara sinergis guna mencapai visi sehat dan cerdas.



Selain itu, Pemkab Gorontalo juga menggelar program Gemerlap Sehat atau Gerakan Menata Lingkungan. Gerakan ini merupakan bentuk penyadaran agar masyarakat menggalakkan pemanfaatan lahan pekarangan. Warga diminya untuk bertanam sayuran dan apotek hidup. Tujuannya mereka akan mendapatkan sayuran yang sehat, apalagi tak keluar biaya.



Komitmen kuat untuk menanggulangi masalah gizi di daerahnya terlihat dari meningkatnya anggaran. Alokasi anggaran untuk penjaringan kasus gizi buruk melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) sebesar Rp19 juta pada tahun 2007 dan Rp40 juta tahun 2008. Demikian juga untuk TFC tahun 2007 sebesar Rp100 juta dan tahun 2008 dialokasikan Rp309 juta.



Penghargaan pun muncul dari berbagai pihak di antaranya adalah ”Citra Pelayanan Prima” dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara serta dari MURI untuk Program Pelayanan Terpadu pada 3 Juni 2008. Tahun 2011 mendapat penghargaan dari Menteri Dalam Negeri ”Inovatif Goverment Awards ”. Bahkan, 8 Oktober 2014 lalu, GM telah terdaftar di Kemenkumham Republik Indonesia dan hak kekayaan intektualnya dimiliki Bupati David. “Sekarang bukan zamannya lagi pemerintah didatangi masyarakat, tetapi pemerintahlah yang harus mendekatkan dirinya kepada masyarakat,”tandasnya.



Apa yang menjadi konsep David, pas dengan gaya kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini. Apalagi, presiden yang baru memangku jabatan beberapa pekan itu telah memulainya sejak menjadi Walikota Solo dan bahkan akan dilanjutkan ketika dirinya menjabat Presiden.



Sehingga model GM seperti yang dilakukan Pemkab Gorontalo dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. Tak bisa menutup fakta, kalau warga di pedesaan membutuhkan perlakuan ekstra untuk mempercepat pengentasannya dari kemiskinan menuju hidup layak yang sehat. Barangkali konsep yang telah dipraktikkan dan dibuktikan di Gorontalo tidak dapat begitu saja menjadi model daerah lain. Karena memang setiap daerah memiliki karakteristik dan budaya masing-masing. Di sinilah peran dari Kementrian Daerah Tertinggal meramu kembali konsep bersama daerah lainnya, dengan disesuaikan karakter masing-masing wilayah.



Nun jauh dari Gorontalo, sekelompok mantan buruh migran di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) yang tergabung dalam Seruni menyusun konsep pola asuh anak-anak yang ditinggal ibunya merantau ke luar negeri menjadi buruh migran atau TKI. Selama ini, anak-anak yang ditinggal orang tuanya mengalami berbagai macam persoalan, seperti masalah kesehatan dan pendidikan. “Dari penelitian yang kami lakukan, rata-rata usia anak yang ditinggal ke luar negeri usia balita hingga SD. Penelitian tersebut ingin memotret kondisi anak-anak yang umumnya berada di pedesaan. Dari hasil riset yang kami lakukan dapat disimpulkan kalau anak-anak buruh migran membutuhkan penanganan khusus, tidak hanya oleh keluarga, tetapi juga elemen lainnya,”ujar pegiat Seruni, Banyumas, Narsidah.



Menurutnya, buruh migran memang mendatangkan keuntungan bagi negara dan desa tempat mereka tinggal, karena ada pemasukan devisa. Tetapi di sisi lain, anak-anak TKI seakan kurang mendapat perhatian, terutama dari luar keluarganya. “Kami sudah memberikan cara-cara bagaimana konsep pola asuh anak-anak TKI yang umumnya di pedesaan berbasis komunitas. Kami bakal menggandeng berbagai elemen, agar persoalan anak-anak TKI di desa dapat diminimalkan,”tegasnya.



Beragam konsep inspiratif tersebut bisa menjadi model-model yang dikembangkan di daerah-daerah khususnya di perdesaan. Tidak ada jalan lain, kecuali dimulai dari blusukan, belanja masalah, yang kemudian dapat menjadi masukan penyusunan kebijakan. Dan tak perlu ragu untuk belajar dan mengadopsi dari daerah lain yang lebih dulu menginspirasi.(lilik darmawan)





















Tidak ada komentar: