http://www.old-map-blog.com
Menjadi tidak wajar jika kemudian Belanda tidak tenggelam.
Karena bukankah dalam hukum alam, air dipastikan mengalir ke tempat yang
rendah? Ketidakwajaran itu sejatinya
tidaklah mengubah hukum alam, melainkan dengan teknologi.
Air tetap saja bakal mengalir ke tempat rendah, namun dengan
bendungan akhirnya air dapat dikontrol dan tidak masuk pada kawasan tanah yang
berada di bawah permukaan laut itu. Terciptalah bendungan raksasa Afsluitdijk
yang dibuka tahun 1933. Di bagian atas bendungan difungsikan sebagai jalan
bebas hambatan.
www.lorentz.leidenuniv.nl
Tahun berganti tahun, zaman bergeser, pun iklim juga
mengalami perubahan. Bendungan yang merupakan ide cerdas dari ahli Belanda ternyata belum menjawab semuanya. Tahun 1995, misalnya, bukan air laut yang masuk, melainkan luapan
Sungai Maas. Dampaknya ada 200 ribu orang mengungsi.
1995 Flooding in Netherlands-Rijkswaterstaat
Bukan orang Belanda kalau tidak gelisah karena kenyataannya
air masih menjadi musuh laten. Pemanasan global yang terjadi telah mengubah
iklim sedemikian dahsyat. Salah satunya adalah curah hujan kian tinggi yang
potensial menyebabkan banjir. Dampak lain, menurut perkiraan Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPPC) pada abad 21 tinggi permukaan air laut akan naik
9-88 cm. Kondisi ini bakal menenggelamkan 6 persen daerah Belanda.
Lantas, apakah Belanda pasrah dan hanya menunggu? Tidak.
Selama ini, Belanda seakan bertarung dengan air dengan membuat berbagai macam
pertahanan. Benar “peperangan” dengan air menciptakan inovasi yang luar biasa.
Bukanlah Belanda jika tak tampil menjadi pioner terobosan
cerdas. Ide itu digulirkan arsitek muda kenamaan asal Belanda Koen Olthuis. Dia
menyatakan sudah terlalu banyak usaha dan dana untuk menjaga pompa bekerja 24 jam.
Sehingga perlu ada pemikiran baru. Pesan itu jelas, kalau selama ini air
dianggap sebagai lawan, kenapa tidak jika dijadikan sebagai kawan.
Tahun 2005, ia bersama dengan Paul Van de Camp, Olthuis telah
mendirikan Waterstudio.NL perusahaan yang mengkhususkan diri dalam pengembangan
dasar struktur terapung yang kemudian mendapatkan hak paten. Langkah nyata
telah ia lakukan dengan merancang pulau terapung buatan Palm Islands di Dubai.
Palm Island
Dubai-fwallpapers.com
Di Belanda, Olthuis yang dijuluki “Floating Dutchman” itu
membangun The Citadel, kawasan pionir di atas air yang ramah lingkungan. Air
dimanfaatkan sebagai pendingin alami dan bagian atap dilengkapi sel surya
sebagai sumber energi listrik. Ada bangunan rumah kaca untuk tanaman sebagai
sumber penghijauan. Tak hanya itu, ia juga menggarap sebuah proyek prestisius
di Maladewa.
The Citade, Floating Apartments in Europe-freshome.com
Langkah itu juga menjadi jawaban atas semakin menyempitnya
daratan dengan kian melonjaknya populasi penduduk. Apalagi, ruang tidak hanya
untuk pemukiman semata, namun juga sebagai lahan tanaman.
Perkembangan kawasan terapung kian pesat. Arsitek lain,
Marlies Rohmer telah merancang seluruh desa rumah terapung kontemporer di Steigereiland
IJburg di Amsterdam yang dilengkapi dengan dermaga kapal. Sebuah pemukiman yang
berbeda dan eksotik karena di atas air.
Steigereiland IJburg Amsterdam-http://www10.aeccafe.com
Ada pepatah asal Negeri Kincir Angin, God made the world,
but the Dutch made Holland. Secara takdir Belanda memang berada di bawah laut,
tetapi mereka mampu mengubah takdir menuju negeri di atas air.(***)
Referensi
1.
en.wikipedia.org
2. http://www.reuters.com
3. http://green.blogs.nytimes.com
4. http://www.bbc.co.uk
5. http://www.rnw.nl
6. http://theglobaljournal.net
7. http://howtospendit.ft.com
8. http://www.pbs.org
9. http://www.aquatecture.nl/
10. http://www.utrecht.nl/