Minggu, 17 November 2013

Sabo, Penahan Kedahsyatan Material Erupsi





Batu-batu besar menggelinding dan memenuhi sungai-sungai yang memiliki hulu di Gunung Merapi. Lahar dingin meluap di sekitar kota dari sungai di Yogyakarta. Batu besar, pasir dan sedimen lain begitu leluasa meluncur dari arah Gunung Merapi melalui sungai-sungai tersebut. Kondisi itu sangat mengkhawatirkan rumah-rumah bisa hancur diterjang banjir material dan mengancam nyawa manusia.

Tunggu dulu. Itu bukanlah kenyataan. Namun, dapat menjadi nyata jika tidak ada teknologi. Teknologi yang menjadi pahlawan dalam erupsi Merapi adalah Dam Sabo. Bangunan Sabo itulah yang berhasil menahan material vulkanik yang meluncur dari Gunung Merapi melewati berbagai macam sungai yang alirannya sampai ke Kota Yogyakarta.

Seperti dilansir Kompas, proyek Sabo tersebut telah dimulai sejak tahun 1970 hasil kerja sama antara Indonesia dengan Jepang. Pembangunannya di tiga tempat yakni sungai-sungai di Gunung Kelud, Agung dan Merapi. Gunung Merapi menjadi pilihan karena merupakan salah satu gunung berapi teraktif di dunia. Hingga kini terdapat 114 Dam Sabo di empat sungai. Di Kali Gendol ada 20 Dam Sabo, kemudian di Kali Boyong 43 buah, Kali Kuning 15 buah, Kali Krasak 25 buah, dan Kali Bebeng 11 buah.

Dam-dam Sabo di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi tersebut telah menunjukkan kemampuannya dalam menahan sedimen dan material vulkanik. Contoh paling nyata adalah erupsi dahsyat pada 2010 lalu. Material vulkanik yang terdiri dari batu-batu besar mampu ditahan, sehingga tidak sampai daerah-daerah di hilir.

Dam Sabo tidak saja berfungsi sebagai penahan sedimen semata. Berdasarkan laman Balitbang Kementrian PU di http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang/356-lsabo, disebutkan Dam Sabo juga melindungi manusia dan tempat tinggal terhadap bencana alam akibat erosi, aliran sedimen dan sedimentasi. Makanya tidak dapat dibayangkan apa yang terjadi ketika erupsi Merapi tahun 2010 tidak ada Dam Sabo.

Selain itu, Dam Sabo juga berfungsi memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan meningkatkan kondisi lingkungannya. Teknologi tersebut juga melindungi kawasan perkotaan dan pedesaan dari bahaya erupsi dan becana sedimentasi lainnya serta melindungi fasilitas umum seperti jembatan, jalan, bangunan-bangunan dan irigasi.

Secara teknis, keberadaan Dam Sabo mampu memantapkan lereng bukit, menstabilkan dasar sungai rencana untuk mencegah erosi vertikal dan erosi lateral, mengurangi  kecepatan dan mengendalikan aliran banjir serta memelihara stabilitas lereng kaki gunung terhadap longsoran.

Teknologi hebat itu tidak mandek. Para ahli misalnya yang bertugas di Balai Sabo Yogyakarta bertekad untuk terus mengembangkan teknologi tersebut. Seperti dilansir http://gudeg.net/id/directory/55/1853/Balai-SABO-Yogyakarta.html#.Uog3R_u20Xw, Balai Sabo Yogyakarta terus melaksanakan pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaplikasian teknologi, pengujian dan penyiapan saran teknis (engineering advice) teknologi  Sabo untuk penanggulangan bencana alam akibat gerakan massa debris. Tugas tersebut dilaksanakan salah satunya dengan melakukan penelitian dan pengembangan serta pengujian di laboratorium dan lapangan.

Tentu saja dengan teknologi yang telah ada tersebut, perlu pelibatan masyarakat agar ikut menjaganya. Jangan sampai, Dam Sabo mengalami kerusakan akibat tangan-tangan jahil tidak bertanggung jawab. Maka sosialisasi menjadi penting, termasuk dampak yang ditimbulkan jika Dam Sabo tidak ada. (liliek dharmawan-liliekdharmawan@yahoo.com)

Tidak ada komentar: